Sabtu, 20 April 2013

Konsep Manusia dalam Psikoanalisa, Behaviorisme dan Humanistik

Ø  Konsepsi Manusia dalam Psikoanalisa



 
 

 Dipelopori oleh Sigmund Freud yang merumuskan psikologi manusia di mana kepribadian manusia merupakan totalitas, bukan bagian-bagian yang terpisah. Menurut Freud (1923), pikiran kita memiliki tiga struktur, yaitu Id, Ego dan Superego.
Ketiga struktur ini membentuk psyche (bahasa Yunani dari “jiwa”) dan ketiganya secara terus-menerus berinteraksi sata sama lain secara dinamis. Freud menggunakan istilah psikodimanika untuk menggambarkan proses interaksi antara struktur kepribadian yang terjadi di balik perilaku yang dapat terobservasi.

·         Id adalah struktur kepribadian yang mengandung insting seksual dan agresif yang oleh Freud disebut sebagai suatu ‘kawah yang mendidih’. Tidak dapat menembus area sadar, Id berada sepenuhnya pada lapisan tidak sadar. Id mengikuti prinsip kenikmatan, suatu kekuatan yang mendorong ke arah pemenuhan segera terhadap kebutuhan dan nafsu seksual. Menurut Freud, kenikmatan hanya dapat diperoleh ketika tekanan terhadap suat keinginan atau hasrat berkurang. Upaya Id untuk mencapai kepuasan tidak perlu melalui pemberian penghargaan yang nyata terkait dengan kebutuhan yang dirasakan. Id menggunakan prinsip harapan pemenuhan kebutuhan untuk mencapai kepuasan. Freud (1911) menggunakan frasa proses berpikir primer untuk menggambarkan secara bebas asosiasi, keanehan dan representasi kognitif yang menyimpang tentang dunia yang dimiliki oleh Id.
·          Pusat kesadaran dalam kepribadian adalah Ego. Ego berfungsi untuk memberikan kekuatan mental kepada individu untuk membuat penilaian, memori, persepsi dan pengambilan keputusan yang membantu individu untuk beradaptasi terhadap realitas yang ada di dunia luar. Hal ini berbeda dengan Id yang tidak mampu membedakan fantasi dan realitas. Ego diperlukan untuk mengubah suatu harapan ke pemenuhan yang nyata. Freud (1911) menggambarkan ego sebagai suatu yang dibangun atas prinsip realitas, suatu kekuatan motivasi yang mendorong individu untuk menghadapi tekanan dari dunia luar. Berlawanan dengan proses berpikir primer tidak logis yang dimiliki oleh Id, fungsi ego dicirikan dengan proses berpikir sekunder yang melibatkan proses penyelesaian masalah secara logis dan rasional.
·         Superego, sebagaimana namanya, berada di ‘atas’ ego mengontrol usaha yang dilakukan ego untuk memenuhi hasrat Id. Freud percaya bahwa tanpa superego, seseorang akan mencari kepuasan terhadap hasrat Id melalui cara yang tabu atau secara sosial tidak dapat diterima. Superego juga disebut sebagai hati nurani seseorang dan berlaku sebagai pemberi inspirasi. Termasuk di dalamnya adalah ego ideal yang merupakan model individual mengenai bagaimana seseorang seharusnya bertingkah laku.
Kesimpulannya, menurut Freud (1923), dalam kepribadian seseorang yang sehat, Id mencapai hasrat insting melalui kemampuan ego untuk mengarahkannya di dunia nyata dalam suatu lingkung yang diizinkan oleh superego.

Ø  Konsepsi Manusia dalam Behaviorisme



Behaviorisme menganalisa perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan. Teori kaum behaviorisme lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena menurut mereka seluruh perilaku manusia –kecuali insting, adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional, behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan, yang kemudian timbul konsep ‘manusia misteri’.
Aristoteles berpendapat bahwa pada waktu lahir jiwa manusia tidak memiliki apa-apa, pada waktu lahir manusia tidak mempunyai “warna mental”. Warna didapat dari penglaman. Pengalaman adalah satu-satunya jalan menuju pengetahuan.
Penglaman adalah paling berpengaruh dalam membentuk perilaku yang kemudian dibuktikan Watson bersama Rosale Rayner membuat eksperimen menimbulkan dan menghilangkan rasa takut yang dilakukan pada Albert dengan tikusnya.
Albert yang suka dengan tikus kemudian mendapat perlakuan dipukul ketika dia mendekati tikus, sampai akhirnya dia trauma dengan tikus eksperimen Albert bukan saja membuktikan betapa muridnya membentuk atau mengendalikan manusia, tetapi juga melahirkan metode pelaziman klasik (classical conditioning), yaitu memasangkan stimuli yang netral atau stimuli terkondisi (tikus putih) dengan stimuli tertentu (yang tidak terkondisikan –unconditioned stimulus) yang melahirkan perilaku tertentu (unconditioned response). Skinner membuat eksperimen dengan menggunakan merpati. Bila kaki merpati menyentuh tombol maka akan turun makanannya.
Bandura menambahkan konsep belajar sosial. Ia mempermasalahkan peranan ganjaran dan hukuman dalam proses belajar. Banyak perilaku manusia yang tidak dapat dijelaskan dengan mekanisme pelaziman atau peneguhan. Misalnya, anak berusia dua tahun dapat berbicara dalam bahasa ibunya. Kaum behaviorisme tradisional menjelaskan hawa kata-kata yang semula tidak ada maknanya, dipasangkan dengan lambang atau objek yang punya makna (pelaziman klasik). Mula-mula anak mengucapkan bunyi-bunyi yang tidak bermakna, kemudian orang tua secara selektif meneguhkan ucapan yang bermakna. Menurut Bandura, belajar terjadi karena peniruan (imitation).

Ø  Konsepsi Manusia dalam Psikologi Humanistik


 
Psikologi humanistik dianggap sebagai revolusi ketiga dalam psikologi. Pada behaviorisme dan psikoanalisa. Pada behaviorisme manusia hanyalah masin yang dibentuk lingkungannya, manusia sebagai robot tanpa juwa dan tanpa nilai. Pada psikoanalisa manusia dipengaruhi oleh naluri primitifnya. Keduanya tidak menghormati manusia sebagai manusia.
Pendekatan ini menekankan bahwa masing-masing individu memiliki kemerdekaan yang besar untuk mengarahkan masa depannya, kapasitas yang luas untuk mengembangkan pribadi, nilai intrinsik dan potensinya yang sangat besar untuk emenuhan diri (self-fulfillment).
Fenomenologi memandang manusia, manusia hidup dalam ‘dunia kehidupan’ yang dipersepsi dan diinterpretasi secara subyektif. Setiap orang mengalami dunia dengan caranya sendiri; alam pengalaman setiap orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.
Perhatian pada makna kehidupan adalah juga hal yang membedakan psikologi humanistik dari mahzab yang lain. Manusia bukan saja pelakon dalam panggung masyarakat, bukan saja pencari identitas, tetapi juga pencari makna. Terkadang manusia sering bertanya; apakah hidupnya bermakna?
Manusia bukan sekedar mekanisme atau hasil proses pelaziman, manusia adalah wujud yang selalu mencari makna, dia bahwa hatinya selalu resah sebelum menemukan makna dalam hidupnya. Menurut Franki asumsi-asumsi psikologi humanistik; keunikan manusia, pentingnya nilai dan makna, serta kemampuan manusia untuk mengembangkan dirinya.
Terkait dengan pandangan  Rogers mengenai seseorang yang berfungsi penuh adalah teori yang dikemukakan oeh Abraham Maslow (1962) yang menekankan aktualisasi diri, pencapaian maksimal dari potensi perkembangan psikologi seseorang. Sebelum mencapai aktualisasi diri, individu perlu melewati tahap pemenuhan:
·         Kebutuhan-kebutuhan fisiologis (the physiological needs)
·         Kebutuhan-kebutuhan rasa aman (the safety needs/the security needs)
·         Kebutuhan rasa cinta dan memiliki (the love and belongingness needs)
·         Kebutuhan akan penghargaan (the self-esteem needs)
·         Kebutuhan akan aktualisasi diri (the self-actualization needs)
Kebutuhan-kebutuhan tersebut dikatakan berhierarki karena kebutuhan yang lebih tinggi menuntut dipenuhi apabila kebutuhan yang tingkatnya lebih rendah sudah terpenuhi.

Sumber:
Halgin, Richard P., Whitbourne, Susan Krauss. (2009). Abnormal Psychology: Clinical Perspectives on Psychological Disorders, 6thed. New York:  McGraw Hill.
Basuki, Heru A.M. (2008). Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Gusfa, Henni. Modul 3: Psikologi Komunikasi. Jakarta: Universitas Mercu Buana.