Jumat, 22 November 2013

Mengendalikan Fungsi Manajemen

Mengendalikan Fungsi Manajemen

Pengendalian (control) merupakan bagian dari fungsi manajemen. Fungsi manajemen meliputi: planning, organizing, staffing, leading, and controlling berperan untuk mendeteksi deviasi atau kelemahan yang perbaikan terhadapnya menjadi umpan balik dari suatu kegiatan yang dimulai dari tahap perencanaan hingga tahap pelaksanaan. Hal-hal yang dicakup dalam fungsi controlling adalah menciptakan standar atau kriteria, membandingkan hasil monitoring dengan standar, melakukan perbaikan atas deviasi atau penyimpangan, merevisi dan menyesuaikan metode pengendalian sebagai respon atas hasil pengendalian dan perubahan kondisi, serta mengkomunikasikan revisi dan penyesuaian tersebut ke seluruh proses manajemen.
Organisasi terdiri atas manajer dan karyawan, dimana keduanya harus memotivasi dan dituntun agar melakukan apa yang diinginkan pemimpinnya dan harus dikoreksi bila menyimpang dari arah pencapaian tujuan organisasi. Manajemen harus menjaga agar organisasi tetap terkendali sehingga organisasi ini akan melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Jika manajemen kehilangan kendali dan organisasi menjadi lepas kendali, hal-hal yang tidak diinginkan dapat terjadi atas diri banyak orang. Sarana pengendalian yang digunakan dalam bisnis jauh lebih banyak dan rumit karena mengendalikan sebuah organisasi merupakan proses yang jauh lebih rumit.
Alat-alat pengendalian rutin mencakup perintah fisik untuk mencegah hilangnya barang sediaan:
·         Formulir otorisasi untuk memesan atau menggunakan peralatan
·         Kepemimpinan yang inspiratif
·         Proses-proses lainnya diantaranya system pengendalian manajemen formal

A.      Definisi mengendalikan (controling)
Menurut Earl P.Strong, pengendalian adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan, agar pelaksanaan sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana.
Di sisi lain, Harold Koontz mengungkapkan bahwa pengendalian adalah pengukuran dan koreksi kinerja bawahan, agar rencana-rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan dapat terselenggara.
Bersamaan dengan hal tersebut, Henri Fayol mengemukakan bahwa pengendalian adalah suatu usaha yang terdiri dari melihat segala sesuatu yang sedang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah diambil, perintah yang telah diberikan, dan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan. Objek adalah untuk menunjukkan kesalahan agar mereka dapat diperbaiki dan dicegah berulang.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pengendalian adalah proses pengaturan, pengukuran, koreksi serta usaha yang terdiri dari melihat segala sesuatu yang sedang dilakukan sesuai dengan rencana, perintah dan prinsip yang telah ditetapkan agar pelaksanaan dapat berjalan sesuai ketetapan guna mencapai tujuan.

B.      Langkah-langkah Dalam Kontrol
Pengendalian manajemen (Robert J. Mockler), terdiri dari empat langkah, yaitu:
1.      Menetapkan standar dan metode mengukur prestasi kerja
Standar yang dimaksud adalah kriteria yang sederhana untuk prestasi kerja, yakni titik-titik yang terpilih didalam seluruh program perencanaan untuk mengukur prestasi kerja tersebut guna memberikan tanda kepada manajer tentang perkembangan yang terjadi dalam perusahaan itu tanpa perlu mengawasi setiap langkah untuk proses pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan.
2.      Melakukan pengukuran prestasi kerja
Pengukuran prestasi kerja idealnya dilaksanakan atas dasar pandangan kedepan, sehingga penyimpangan-pennyimpangan yang mungkin terjadi dari standar dapat diketahui lebih dahulu.
3.      Menetapkan apakah prestasi kerja sesuai dengan standar
Yaitu dengan membandingkan hasil pengukuran dengan target atau standar yang telah ditetapkan. Bila prestasi sesuai dengan standar manajer akan menilai bahwa segala sesuatunya beada dalam kendali.
4.      Mengambil tindakan korektif
Proses pengawasan tidak lengkap bila tidak diambil tindakan untuk membetulkan penyimpangan yang terjadi. Apabila prestasi kerja diukur dalam standar, maka pembetulan penyimpangan yang terjadi dapat dipercepat, karena manajer sudah mengetahui dengan tepat, terhadap bagian mana dari pelaksanaan tugas oleh individu atau kelompok kerja, tindakan koreksi itu harus dikenakan.

C.      Tipe-tipe Kontrol Dalam Manajemen
Tipe pengendalian manajemen dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1.      Pengendalian preventif (prefentive control)
Dalam tahap ini pengendalian manajemen  terkait dengan perumusan strategis dan perencanaan strategis yang dijabarkan dalam bentuk program-program.
2.      Pengendalian operasional (operational control)
Dalam tahap ini pengendalian manajemen terkait dengan pengawasan pelaksanaan program yang telah ditetapkan melalui alat berupa anggaran. Anggaran digunakan untuk menghubungkan perencanaan dengan pengendalian.
3.      Pengendalian kinerja
Pada tahap ini pengendalian manajemen berupa analisis evaluasi kinerja berdasarkan tolak ukur kinerja yang telah ditetapkan.

D.     Kontrol Proses Manajemen
Proses pengendalian manajemen yang baik sebenarnya formal, namun sifat pengendalian informal masih banyak terjadi. Pengendalian manajemen formal merupakan tahap-tahap yang saling berkaitan satu sama lain, terdiri dari proses:
1.      Pemrograman (Programming)
Dalam tahap ini perusahaan menentukan program-program yang akan dilaksanakan dan memperkirakan sumber daya yang akan alokasikan untuk setiap program yang telah ditentukan.
2.      Penganggaran (Budgeting)
Pada tahap penganggaran ini program direncanakan secara terinci, dinyatakan dalam satu moneter untuk suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Anggaran ini berdasarkan pada kumpulan anggaran-anggaran dari pusat pertanggungjawaban.
3.      Operasi dan Akuntansi (Operating and Accounting)
Pada tahap ini dilaksanakan pencatatan mengenai berbagai sumber daya yang digunakan dan penerimaan-penerimaan yang dihasilkan. Catatan dan biaya-biaya tersebut digolongkan sesuai dengan program yang telah ditetapkan dan pusat-pusat tanggungjawabnya. Penggolongan yang sesuai program dipakai sebagai dasar untuk pemrograman di masa yang akan datang, sedangkan penggolongan yang sesuai dengan pusat tanggung jawab digunakan untuk mengukur kinerja para manajer.
4.      Laporan dan Analisis (Reporting and Analysis)
Tahap ini paling penting karena menutup suatu siklus dari proses pengendalian manajemen agar data untuk proses pertanggungjawaban akuntansi dapat dikumpulkan.
Analisis laporan manajemen antara lain dapat berupa:
a.      Perlu tidaknya strategi perusahaan diperiksa kembali.
b.      Perlu tidaknya dilakukan penghapusan, penambahan, atau pengubahan program di tahun yang akan datang.
c.       Dari analisis penyimpangan dapat disimpulkan perlunya diadakan perubahan anggaran, apabila sudah tidak realistis.
d.      Dari laporan-laporan dapat diambil kesimpulan perlu adanya perbaikan-perbaikan untuk masalah yang tidak dapat diantisipasi.


SUMBER:

Jumat, 01 November 2013

MOTIVASI

MOTIVASI
A.    Pengertian Motivasi
Menurut Supriyono (2003), motivasi adalah kemampuan untuk berbuat sesuatu  sedangkan motif adalah kebutuhan, keinginan, dorongan untuk berbuat sesuatu.  Motivasi seseorang di pengaruhi oleh stimuli kekuatan, intrinsik yang ada pada individu yang bersangkutan. Stimuli eksternal mungkin dapat pula mempengaruhi motivasi tetapi motivasi itu sendiri mencerminkan reaksi individu terhadap stimuli tersebut.
Definisi lain tentang motivasi menurut Gray et-al, menyatakan bahwa motivasi merupakan hasil sejumlah proses, yang bersifat internal atau eksternal bagi seseorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.
Di sisi lain, menurut Kort (1987), motivasi adalah hasil faktor internal dan faktor eksternal dan bukan hasil eksternal saja.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah kemampuan untuk berbuat sesuatu yang didasari oleh motif atau kebutuhan yang berasal dari faktor internal dan eksternal yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.

B.    Teori-teori Motivasi
Terdapat beberapa teori motivasi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh dan contohnya dalam dunia kerja/organisasi, berikut adalah di antaranya:

1.      Drive Reinforcement Theory
Teori ini berhubungan dengan teori belajar operant conditioning dari Skinner. Teori ini mempunyai dua aturan pokok: aturan pokok yang berhubungan dengan pemerolehan jawaban-jawaban yang benar, dan aturan pokok lainnya yang berhubungan dengan penghilangan jawaban-jawaban yang salah.
Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
a.      Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
b.      Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
Siegel dan Lane (1982) mengutip Jablonske dan de Vries, memberi saran bagaimana manajement dapat meningkatkan motivasi kerja tenaga kerja, yaitu dengan:
a.      Menentukan apa jawaban yang diinginkan
b.      Mengkomunikasikan dengan jelas perilaku ini kepada tenaga kerja
c.       Mengkomunikasikan dengan jelas ganjaran apa yang akan diterima tenaga kerja jika jawaban yang benar terjadi
d.      Memberi penguatan hanya jika jawaban yang benar yang dilaksanakan
e.      Memberikan penguatan kepada jawaban yang diinginkan pada saat yang paling memungkinkan, yang terdekat dengan kejadian.
Terdapat empat konsep dasar yang perlu dipahami dengan jelas, yaitu:
a.      Perangsang (drive)
Suatu keadaan yang timbul di dalam diri seseorang. Contoh: perangsang primer dan sekunder. Primer seperti lapar (tidak dapat dipelajari). Sekunder seperti rasa penasaran untuk hadir pada pembicaraan tinjauan balikan prestasi (yang dapat dipelajari).
b.      Stimulus
Suatu petunjuk adanya peristiwa untuk tanggapan. Contoh: permintaan seorang supervisor adalah suatu stimulus untuk menyelesaikan pekerjaan, dan waktu pada jam dinding adalah suatu stimulus untuk bangun dan pergi ke pertemuan rapat komisi.
c.       Tanggapan
Suatu hasil keperilakuan dari stimulus. Contoh: aktivitas dari orang yang bersangkutan, tanpa memandang apakah stimulus itu dapat diidentifiksasikan atau aktivitas tersebut dapat diamati.
d.      Penguatan
Suatu setiap obyek datau kejadian yang membantu meningkatkan atau mempertahankan kekuatan sebuah tanggapan. Contoh: pujian dari atasan, kenaikan gaji, dan pengalihan tugas ke pekerjaan yang diingkan.

2.      Teori Harapan
Teori ini termasuk kedalam teori-teori Kesadaran. Teori ini menunjukkan pendekatan kognitif terhadap motivasi kerja, yang menekankan kepada kemampuan individu dalam pemrosesan informasi. Kekuatan motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah kebutuhan. Pekerja diasumsikan melakukan penilaian rasional terhadap situasi kerjanya dengan mengumpulkan informasi untuk diolah, kemudian membuat keputusanyang optimal. Kebutuhan hanya digunakan untuk membantu dalam memahami bagaimana pekerja membuat pilihan berdasarkan pada keyakinan persepsi dan nilai-nilai mereka.
Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.
Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbin 2003:229).
Teori ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari hasil pekerjaan itu.
Teori harapan ini didasarkan atas :
a.      Harapan (Expectancy), adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi karena perilaku. Contoh: seleksi pengangkatan jabatan akan dilakukan dalam 3 bulan ke depan, jika karyawan bertindak lebih baik dan meningkatkan kinerjanya, maka besar kesempatan supervisor mengikutsertakannya dalam seleksi tersebut.
b.      Nilai (Valence) adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai/martabat tertentu (daya/nilai motivasi) bagi setiap individu yang bersangkutan. Contoh: karyawan mengerjakan suatu tugas dengan sangat baik sehingga ia dipandang bernilai untuk perusahaan oleh atasannya.
c.       Pertautan (Instrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua. Contoh: karyawan mendapat tugas menemui klien untuk presentasi, pada pertemuan pertama ia berhasil menjalin hubungan baik dengan klien tsb sehingga ia ditunjuk lagi untuk menghadiri pertemuan kedua dengan klien lainnya.
Berkaitan dengan teori yang dikemukakan oleh Victor H. Vroom, model teori harapan dari Lawler menyajikan 4 asumsi:
1.      Orang mempunyai pilihan-pilihan antara berbagai hasil-keluaran yang secara potensial yang dapat mereka gunakan. Hasil keluaran alternatif, juga disebut tujuan-tujuan pribadi (personal goals), dapat disadari atau tidak oleh yang bersangkutan. Jika disadari, maknanya serupa dengan penetapan tujuan-tujuan, jika tidak disadari, motivasi lebih bercorak reactive.
2.      Orang yang mempunyai harapan tentang kemungkinan bahwa upaya (effort = E) akan mengarah ke prilaku unjuk kerja (performance = P) yang dituju. Ini diungkap sebagi harapan E-P.
3.      Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa hasil-hasil keluaran (outcomes = O) diperoleh setelah unjuk kerja (P) mereka. Ini diungkapkan dalam rumusan harapan P-O.
4.      Dalam setiap situasi ini, tindakan-tindakan dan upaya yang berkaitan denan tindakan-tindakan tadi yang dipilih oleh seseorang untuk dilaksanakan ditentukan oleh harapan-harapan (E-P dan P-O) dan pilihan-pilihan yang dipunyai orang pada saat itu.
Model harapan dari Lawler menyatakan bahwa besar kecilnya motivasi seseorang dapat dihitung dengan rumus sbb :
Indeks motivasi = jumlah (E-P) x jumlah (P-O) (V)
Faktor-faktor yang menentukan E-P ialah harga diri atau kepercayaan diri, pengalaman lampau dalam situasi serupa, situasi sekarang yang actual, komunikasi dari orang lain. Komponen ke -3 dari model Lawler ialah harkat atau valence (V) yang mencerminkan bagaimana perasaan anda terhadap hasil keluaran.

3.      Teori Tujuan
Teori ini menyatakan bahwa mencapai tujuan adalah sebuah motivator. Hampir setiap orang menyukai kepuasan kerja karena mencapai sebuah tujuan spesifik. Saat seseorang menentukan tujuan yang jelas, kinerja biasanya meningkat sebab:
a.      Ia akan berorientasi pada hal hal yang diperlukan
b.      Ia akan berusaha keras mencapai tujuan tersebut
c.       Tugas tugas sebisa mungkin akan diselesaikan
d.      Semua jalan untuk mencapai tujuan pasti ditempuh
Teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Dari teori ini muncul bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan Goal Setting (penetapan tujuan).
Penetapan tujuan juga dapat ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.
Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan perusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan memiliki keterikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan. Bila seorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu dapat terjadi bahwa keterikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.
Contoh: karyawan memiliki tujuan untuk naik jabatan pada bulan Januari sehingga ia kerja lebih termotivasi untuk berkerja lebih baik dan giat lagi.
4.      Teori Hierarkie Kebutuhan
Abraham maslow meneliti bahwa motivasi manusia itu berasal dari dalam diri seseorang dan sifatnya tidak dapat dipaksakan, teori ini menekankan bahwa manusia terdorong untuk melakukan usaha, untuk memuaskan lima kebutuhan yang belum terpuaskan yang melekat pada diri manusia itu sendiri yaitu terdiri dari, kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri.
Teori hierarki kebutuhan menyatakan bahwa motivasi seseorang didasarkan  pada dua anggapan yaitu: kebutuhan seseorang tergantung pada apa yang sudah dimilikinya dan dilihat dari pentingnya, dan kebutuhan yang paling kuat sesuai waktu, keadaan dan pengalaman yang bersangkutan.
a.      Kebutuhan Fisiologikal
Berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan utama, dasar dan esensial yang harus dipenuhi oleh tiap manusia untuk mempertahankan diri sebagai makhluk, kebutuhan ini mencakup misalnya: udara, makan. minum, pakaian, tempat tinggal atau penginapan, istirahat, pemenuhan seksual.
Contoh faktor-faktor khusus dalam dunia kerja yang harus diperhatikan oleh orang mencakup misalnya: Pengkondisian udara dan cahaya, gaji  dan upah, (sama atau lebih besar dibanding upah minimal regional, (UMR), kafetaria (penyediaan makanan dan minuman), kondisi kerja.
Apabila kebutuhan-kebutuhan fisiologikal tidak terpenuhi maka mereka akan  lebih terasa dibandingkan dengan kebutuhan lainya. Maka lebih dikatakan bahwa seseorang individu, yang tidak memiliki apa-apa dalam kehidupan mungkin sekali akan termotivasi oleh kebutuhan fisiologikal.
b.      Kebutuhan Akan Keamanan
Apabila kebutuhan fisiologikal cukup dipenuhi, maka kebutuhan pada tingkatan berikut yang lebih tinggi yakni kebutuhan akan keamanan, mulai mendominasi kebutuhan manusia. Kebutuhan keamanan harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya dalam arti keamanan fisik akan tetapi keamanan fisiologi dan perlakuan adil dalam pekerjaan atau jabatan seseorang. Karena pemuasan kebutuhan ini terutama dikaitkan dengan kekayaan seseorang, kebutuhan keamanan itu berkaitan dengan tugas pekerjaanya.
Kebutuhan ini berkaitan dengan kebutuhan akan rasa aman dan proteksi diri, ancaman atau gangguan dari luar. Kebutuhan ini dalam dunia kerja mencakup misalnya: keamanan, keselamatan, kesehatan, perlindungan, kompetensi, stabilitas.
c.       Kebutuhan Sosial
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan manusia untuk menjadi bagian dari  kelompok, mencintai dan dicintai orang lain dan bersahabat. Manusia pada dasarnya selalu ingin hidup berkelompok dan tidak seorangpun manusia ingin hidup menyendiri ditempat terpencil.
Faktor-faktor khusus yang harus diperhatikan oleh organisasi mencakup misalnya: mutu supervisi, kelompok kerja yang kompetibel, kemitraan profesional.
d.      Kebutuhan akan penghargaan
Kebutuhan ini berkaitan dengan keinginan manusia, untuk dihormati dan dihargai orang lain sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan ingin punya status, pengakuan serta penghargaan prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian. Prestasi dan status dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai simbol status.
Kebutuhan ini dalam dunia kerja artinya adalah respek diri dan respek orang lain, mencakup misalnya: penghargaan, pengakuan, status, prestise, kekuasaan dan, perasaan dapat menyelesaikan sesuatu.
e.      Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang sehingga membutuhkan penyaluran kemampuan dan potensi diri dalam bentuk nyata. Artinya tiap orang ingin tumbuh membangun pribadi dan mencapai hasil. Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan yang menggunakan kecakapan, kemampuan, ketrampilan dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan yang sulit dicapai orang lain.
Faktor-faktor khusus yang harus diperhatikan oleh organisasi mencakup misalnya: tugas yang menantang, kreatifitas, kemajuan dalam organisasi, prestasi dalam pekerjaan.

C.     Kasus
16.756 kasus kecelakaan kerja terjadi di Banten
Deny Irawan
Selasa,  29 Oktober 2013  −  05:13 WIB
Ilustrasi (Dok Istimewa)
Sindonews.com - PT Jamsostek Kantor Wilayah Banten mencatat pada tahun 2012 setiap hari ada satu pekerja peserta Jamsostek yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja. Sementara total kecelakaan kerja pada tahun yang sama sebanyak 16.756 kasus.
Dari ribuan kasus kecelakaan kerja, setiap harinya 69 terjadi kasus kecelakaan kerja, dengan tiga pekerja cacat dan satu orang meninggal dunia. 
“Dengan klaim pembayaran sebesar Rp97 miliar. Sementara, pada 2013, hingga September tercatat sebanyak 5.235 kasus kecelakaan kerja dengan klaim pembayaran Rp23 milir,” ujar Kepala Kantor Wilayah PT Jamsostek Banten, Didi Iswadi, Senin (28/10/2013). 
Dia mengatakan, bila dilihat dari kasus kecelakaan, wilayah Banten cukup besar. "Kondisi itu menunjukkan semakin banyak pekerja yang meninggal akibat kecelakaan kerja di lingkungan industri," katanya.
Masih tingginya angka kecelakaan kerja tersebut akibat masih terjadinya pengabaian atas keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di lingkungan perusahaan.
"Untuk meminimalisir angka kecelakaan kerja kita terus sosialisasi K3," katanya.
Oleh karena itulah, PT Jamsostek terus melakukan pelatihan dan sosialisasi K3 kepada perusahaan peserta Jamsostek agar dapat diimplementasikan di lingkungaan perusahaannya.
"Jika perusahaan makin sadar akan pentingnya sistem manajemen K3, diharapkan dapat menekan angka kecelakaan kerja," katanya.
PT Jamsostek juga akan memberikan pelatihan kepada ahli K3 untuk menjaga keselamatan pekerja dan orang lain.
"Harapannya setelah adanya pelatihan K3 perusahaan dapat mengimplementasikan-nya," ujarnya.

Analisis:
Kasus banyaknya kecelakaan kerja memang bukan lagi hal asing di telinga masyarakat Indonesia. Terkait dengan rendahnya kesadaran perusahaan akan keselamatan pekerjanya. Jika dilihat dari teori motivasi yang telah saya cantumkan di atas, kasus seperti ini terkait dengan teori hierarki kebutuhan dari Maslow, dimana setiap manusia (dalam kasus ini adalah pekerja) memiliki 5 kebutuhan di antara yaitu, kebutuhan akan rasa aman yang seharusnya dapat dipenuhi oleh perusahaan tempatnya bekerja. Sehingga ketika kebutuhan tersebut terpenuhi, pekerja akan lebih termotivasi untuk berkarir dan mencapai kebutuhan yang lebih tinggi.





Kamis, 26 September 2013

Komunikasi dan Kepemimpinan

KOMUNIKASI


J Definisi
Kata atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris “communication”), secara etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa Latin communicatus, dan perkataan ini bersumber pada kata communis Dalam kata communis ini memiliki makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik bersama’ yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna.
Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Karena itu merujuk pada pengertian Ruben dan Steward (1998:16) mengenai komunikasi manusia yaitu:
“Human communication is the process through which individuals –in relationships, group, organizations and societies—respond to and create messages to adapt to the environment and one another.”
 Bahwa komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain.
Untuk memahami pengertian komunikasi tersebut sehingga dapat dilancarkan secara efektif dalam Effendy (1994:10) bahwa para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?
Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu,yaitu:
1.      Who? (siapa/sumber). Sumber/komunikator adalah pelaku utama/pihak yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi atau yang memulai suatu komunikasi, bisa seorang individu, kelompok, organisasi, maupun suatu negara sebagai komunikator.
2.      Says What? (pesan). Apa yang akan disampaikan/dikomunikasikan kepada penerima (komunikan), dari sumber (komunikator) atau isi informasi. Merupakan seperangkat simbol verbal/non verbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan/maksud sumber tadi. Ada 3 komponen pesan yaitu makna, simbol untuk menyampaikan makna dan bentuk/organisasi pesan.
3.      In Which Channel? (saluran/media). Wahana/alat untuk menyampaikan pesan dari komunikator (sumber) kepada komunikan (penerima) baik secara langsung (tatap muka), maupun tidak langsung (melalui media cetak/elektronik dll).
4.      To Whom? (untuk siapa/penerima). Orang/kelompok/organisasi/suatu negara yang menerima pesan dari sumber. Disebut tujuan (destination)/pendengar (listener)/khalayak (audience)/komunikan/penafsir/penyandi balik (decoder).
5.      With What Effect? (dampak/efek). Dampak/efek yang terjadi pada komunikan (penerima) setelah menerima pesan dari sumber, seperti perubahan sikap, bertambahnya pengetahuan, dll.
Komunikasi adalah pesan yang disampaikan kepada komunikan (penerima) dari komunikator (sumber) melalui saluran-saluran tertentu baik secara langsung/tidak langsung dengan maksud memberikan dampak/effect kepada komunikan sesuai dengan yang diingikan komunikator. Yang memenuhi 5 unsur who, says what, in which channel, to whom, with what effect.
Definisi komunikasi menurut Colin Cherry, komunikasi adalah proses dimana pihak-pihak saling menggunakan informasi dengan untuk mencapai tujuan bersama dan komunikasi merupakan kaitan hubungan yang ditimbulkan oleh penerus rangsangan dan pembangkitan balasannya.
Definisi komunikasi menurut Forsdale (1981) seorang ahli pendidikan terutama ilmu komunikasi: Dia menerangkan dalam sebuah kalimat bahwa “Communication is the process by which a system is established, maintained and altered by means of shared signals that operate according to rules”. Komunikasi adalah suatu proses dimana suatu sistem dibentuk, dipelihara, dan diubah dengan tujuan bahwa sinyal-sinyal yang dikirimkan dan diterima dilakukan sesuai dengan aturan.




J Dimensi
Dimensi komunikasi terdiri dari:
-       Isi : yang dimaksud dengan isi adalah apa yang dibicarakan dalam komunikasi antara satu orang dengan orang yang lain atau bahkan lebih.
-       Kebisingan : tinggi rendahnya suara yaang terdengar dalam melakukan komunikasi.
-       Jaringan : sampai sejauh mana seseorang meluaskan jangkauan informasinya dalam melakukkan komunikasi diantaranya ada komunikasi yang bergantung  pada (jaringan satelit).
-       Arah : komunikasi satu arah yang hanya ada satu orang berbicara menyampaikan infomasi untuk satu orang atau lebih contohnya promosi produk tertentu atau guru dikelas. Komunikasi 2 arah adalah adanya interaksi antara satu orang menyampaikan informasi satu orang atau lebih juga ikut berbicara sehingga terciptanya interaksi tiktok untuk menyampaikan beberapa informasi.


KEPEMIMPINAN



J Definisi
Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.
Menurut Young (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
Moejiono (2002) memandang bahwa leadership tersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance induction theorist) cenderung memandang leadership sebagai pemaksaan atau pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin (Moejiono, 2002).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
Pengertian komunikasi sudah banyak didefinisikan oleh banyak orang, jumlahnya sebanyak orang yang mendifinisikannya. Dari banyak pengertian tersebut jika dianalisis pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik.

J Teori


·        Teori X dan Y – Douglas McGregor
Salah satu kontribusi yang paling banyak  disebut dari para teoritikus Tipe 2 atau Teori Organisasi Klasik adalah tesis Douglas McGregor yang menyatakan bahwa ada dua pandangan tentang manusia: yang pertama dasarnya negatif – Teori X – dan yang lainnya pada dasarnya positif – Teori Y. Teori X dan Teori Y yang ia ajukan dalam memandang manusia (pegawai).
Setelah meninjau bagaimana manajer berhubungan dengan pegawai, McGregor menyimpulkan bahwa pandangan manajer seputar sifat manusia didasarkan pada kelompok asumsi tertentu dan ia cenderung memperlakukan pegawai berdasarkan asumsi-asumsi tersebut. Asumsi ini dapat bersifat negatif (Teori X) atau positif (Teori Y).
Di bawah Teori X ada empat asumsi yang dianut oleh para manajer:
1.      Pegawai tidak menyukai pekerjaannya dan sebisa mungkin akan berupaya menghindarinya.
2.      Karena pegawai tidak menyukai pekerjaannya, mereka harus diberi sikap keras, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman agar mau melakukan pekerjaan.
3.      Pegawai akan mengelakkan tanggung jawab dan mencari aturan-aturan organisasi yang membenarkan penghindaran tanggung jawab tersebut.
4.      Kebanyakan pegawai menempatkan rasa aman di atas faktor lain yang berhubungan dengan pekerjaan dan hanya akan memperlihatkan sedikit ambisi.
Kebalikan dari pandangan yang negatif terhadap manusia, McGregor menempatkan empat asumsi lain yang disebut Teori Y:
1.      Para pegawai  dapat memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang biasa sebagaimana halnya istirahat dan bermain.
2.      Manusia dapat mengendalikan dirinya sendiri jika mereka punya komitmen pada tujuan-tujuan.
3.      Rata-rata orang dapat belajar untuk menyetujui, bahkan untuk memikul tanggung jawab.
4.      Kreativitas – yaitu kemampuan mencari keputusan yang terbaik – secara luas tersebar di populasi pekerja dan bukan hanya mereka yang . menduduki fungsi manajerial.
Implikasi dari Teori X dan Teori Y McGregor terhadap organisasi adalah bahwa asumsi-asumsi Teori Y lebih dapat diterima dan dapat menuntun manajer dalam mendesain organisasi dan memotivasi para pegawai. Tahun 1960-an antusiasme pekerja cukup tinggi untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan organisasi, penciptaan tanggung jawab dan tantangan pekerjaan, termasuk pembangunan hubungan kelompok-kelompok kerja yang lebih baik. Antusiasme ini, sebagian besar, diakibatkan oleh Teori Y dari McGregor.

·        Teori Empat Sistem  – Rensis Likert
Teori Empat Sistem (bahasa Inggris: Four Systems Theory) adalah salah satu teori komunikasi yang mengkaji hubungan antar manusia melalui hasil dari produksinya dilihat dari kacamata manajemen.
Rensis Linkert dari Universitas Michighan mengembangkan model peniti penyambung (linking pin model) yang menggambarkan struktur organisasi. Menurut Luthans (1973) struktur peniti penyambung ini cenderung menekankan dan memudahkan apa yang seharusnya terjadi dalam struktur klasik yang birokratik. Ciri organisasi berstruktur peniti penyambung adalah lambatnya tindakan kelompok, hal ini harus diimbangi dengan memanfaatkan partisipasi yang positif.
Bila seseorang memperhatikan dan memelihara pekerjanya dengan baik maka operasional organisasi akan membaik.
Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat sistem:
1.      Sistem Pertama: Sistem yang penuh tekanan dan otoriter dimana segala sesuatu diperintahkan dengan tangan besi dan tidak memerlukan umpan balik. Atasan tidak memiliki kepercayaan terhadap bawahan dan bawahan tidak memiliki kewenangan untuk mendiskusikan pekerjaannya dengan atasan. Akibat dari konsep ini adalah ketakutan, ancaman dan hukuman jika tidak selesai. Proses komunikasi lebih banyak dari atas kebawah.
2.      Sistem Kedua: Sistem yang lebih lunak dan otoriter dimana manajer lebih sensitif terhadap kebutuhan karyawan. Manajemen berkenan untuk percaya pada bawahan dalam hubungan atasan dan bawahan, keputusan ada di atas namun ada kesempatan bagi bawahan untuk turut memberikan masukan atas keputusan itu.
3.      Sistem Ketiga: Sistem konsultatif dimana pimpinan mencari masukan dari karyawan. Disini karyawan bebas berhubungan dan berdiskusi dengan atasan dan interaksi antara pimpinan dan karyawan nyata. Keputusan di tangan atasan, namun karyawan memiliki andil dalam keputusan tersebut.
4.      Sistem Keempat: Sistem partisipan dimana pekerja berpartisipasi aktif dalam membuat keputusan. Disini manajemen percaya sepenuhnya pada bawahan dan mereka dapat membuat keputusan. Alur informasi keatas, kebawah, dan menyilang. Komunikasi kebawah pada umumnya diterima, jika tidak dapat dipastikan dan diperbolehkan ada diskusi antara karyawan dan manajer. Interaksi dalam sistem terbangun, komunikasi keatas umumnya akurat dan manajer menanggapi umpan balik dengan tulus. Motivasi kerja dikembangkan dengan partisipasi yang kuat dalam pengambilan keputusan, penetapan goal setting (tujuan) dan penilaian .
Teori empat sistem ini menarik karena dengan penekanan pada perencanaan dan pengendalian teori ini menjadi landasan baik untuk teori posisional dan teori hubungan antar pribadi.

·        Theory Of Leadership Pattern Choice – Tannenbaum dan Scmidt
Gaya Kepemimpinan Kontinum (Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt)
Kedua ahli menggambarkan gagasannya bahwa ada dua bidang pengaruh yang ekstrem , pertama  bidang pengaruh pimpinan kedua bidang pengaruh kebebasan bawahan. Pada bidang pertama pemimpin menggunakan otoritas dalam gaya kepemimpinannya, sedangkan pada bidang kedua pemimpin menunjukkanm gaya yang demokratis. Kedua bidang ipengaruh ini dipengaruhi dalam hubungannya kalau pemimpin melakukan aktivitas pembuatan keputusan.
Ada 7 model gaya pembuatan keputusan yang dilakukan pemimpin.
1.      Pemimpin membuat keputusan kemudian mengumumkan kepada bawahannya. Dari model ini terlihat bahwa otoritas yang digunakan atasan terlalu banyak sedangkan daerah kebebasan bawahan terlalu sempit sekali.
2.      Pemimpin menjual keputusan. Dalam hal ini pemimpin masih terlihat banyak menggunakan otoritas yang ada padanya, sehingga persis dengan model yang pertama. Bawahan disini belum banyak terlibat dalam pembuatan keputusan.
3.      Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide dan mengundang pertanyaan-pertanyaan. Dalam model ini pemimpin sudah menunjukkan kemajuan, karena membatasi penggunaan otoritas dan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Bawahan sudah sedikit terlibat dalam pembuatan keputusan.
4.      Pemimpin memberikan keputusan bersifat bersifat sementara yang kemungkinan dapat diubah. Bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka pembuatan keputusan, sementara otoritas pemimpin sudah mulai dikurangi penggunaannya,
5.      Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran-saran dan membuat keputusan. Disini otoritas pimpinan digunakan sedikit mungkin, sebaliknya kebebasan bawahan dalam berpartisipasi membuat keputusan sudah banyak digunakan.
6.      Pemimpin merumuskan batas-batasnya, dan meminta kelompok bawahan untuk membuat keputusan. Partisipasi bawahan dalam kesempatan ini lebih besar dibandingkan kelima model diatas.
7.      Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang telah dirumuskan oleh pimpinan. Model ini terletak pada titik ekstrem penggunaan kebebasan bawahan, adapun titik ekstrem penggunaan otoritas terdapat pada nomor satu di atas.


Modul Komunikasi dan Motivasi, Departemen Kesehatan RI - Badan PPSDM Pusdiklat Kesehatan [Online]