Tak pernah sekalipun aku sadar telah menuntun hatiku untuk
sampai di hadapanmu, memasukkanmu di dalamnya dan menetapkanmu di sana. Maaf,
aku tak pernah bermaksud untuk itu. Sungguh tak pernah sekalipun.
Mendapatimu di hadapanku memang bukan sekedar suatu
kebetulan tapi bukan pula kesengajaanku, sungguh. Hari demi hari yang terlewati
denganmu tak sadar aku masukkan ke dalam dokumen kumpulan momen yang paling
menyenangkan untukku. Aku sendiri tak tau apa alasan untuk itu.
Tersenyum untuk setiap tingkahmu dan tertawa untuk setiap
candamu tak sadar selalu kulakukan disela kesedihanku. Seolah tercermin kaulah
pensil warna di lembaran hidupku kini. Dengan sedikit guratan
merah jambu berpadu dengan biru laut menghasilkan warna rindu. Rindu akan canda
demi canda baru yang akan kau lontarkan. Ini juga terjadi tanpa kesadaranku.
Ekspresi menunggu bercampur khawatir dan gelisah saat tak
kudapati pesan darimu di handphoneku,
walau hanya untuk beberapa jam. Berdiam diri menunggu handphone berbunyi dan yang kudapati bukan namamu di sana, kecewaku
datang. Tak sadar aku telah melakukannya, menjadi seorang penunggu yang setia
hanya untuk sebuah pesan teks darimu.
Demi Tuhan, aku tak pernah sadar akan hal ini apalagi sampai
sengaja melakukannya. Tidak, tidak sama sekali. Sungguh.
Aku tak pernah sadar menjadikanmu cahaya lilin di setiap
kegelapanku yang bermuara pada kebahagiaan di setiap kehadiranmu.
Maaf, semua terjadi begitu saja tanpa kusadari dan tanpa
kusengaja. Sungguh. Tapi, apakah semua kebahagiaan didapati secara sengaja dan
disadari?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar