Rangkuman Tulisan
1, 2, dan 3
I. Komunikasi dan
Kepemimpinan
A. Komunikasi
1. Definisi Komunikasi
Komunikasi adalah pesan yang disampaikan kepada komunikan (penerima) dari
komunikator (sumber) melalui saluran-saluran tertentu baik secara
langsung/tidak langsung dengan maksud memberikan dampak/effect kepada komunikan sesuai dengan yang diingikan komunikator.
Yang memenuhi 5 unsur who (siapa/sumber),
says what (pesan), in which channel (saluran/media), to whom (untuk siapa/penerima), with what effect (dampak/efek).
2.
Dimensi Komunikasi
Dimensi komunikasi terdiri dari:
a. Isi: apa yang dibicarakan dalam komunikasi antara
satu orang dengan orang yang lain atau bahkan lebih.
b. Kebisingan: tinggi rendahnya suara yaang
terdengar dalam melakukan komunikasi.
c. Jaringan: sampai sejauh mana seseorang
meluaskan jangkauan informasinya dalam melakukkan komunikasi diantaranya ada
komunikasi yang bergantung pada (jaringan satelit).
d. Arah: komunikasi satu arah yang hanya ada satu
orang berbicara menyampaikan infomasi untuk satu orang atau lebih contohnya
promosi produk tertentu atau guru dikelas. Komunikasi 2 arah adalah adanya interaksi
antara satu orang menyampaikan informasi satu orang atau lebih juga ikut
berbicara sehingga terciptanya interaksi tiktok untuk menyampaikan beberapa
informasi.
B. Kepemimpinan
1. Definisi Kepemimpinan
Kepemimpnan merupakan kemampuan mempengaruhi
orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan
atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang
diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
Pengertian komunikasi
sudah banyak didefinisikan oleh banyak orang, jumlahnya sebanyak orang yang
mendifinisikannya. Dari banyak pengertian tersebut jika dianalisis pada
prinsipnya dapat disimpulkan bahwa komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu
orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh
gangguan (noise), terjadi dalam suatu
konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk
melakukan umpan balik.
2. Teori
a. Teori X dan Y –
Douglas McGregor
Salah satu kontribusi yang paling banyak disebut dari para teoritikus
Tipe 2 atau Teori Organisasi Klasik adalah tesis Douglas McGregor yang
menyatakan bahwa ada dua pandangan tentang manusia: yang pertama dasarnya
negatif –Teori X– dan yang lainnya pada dasarnya positif –Teori Y–.
Di bawah Teori X ada empat asumsi yang dianut oleh para manajer kepada
pegawai:
1)
Pegawai tidak menyukai
pekerjaannya dan sebisa mungkin akan berupaya menghindarinya.
2)
Karena pegawai tidak
menyukai pekerjaannya, mereka harus diberi sikap keras, dikendalikan, atau
diancam dengan hukuman agar mau melakukan pekerjaan.
3)
Pegawai akan
mengelakkan tanggung jawab dan mencari aturan-aturan organisasi yang
membenarkan penghindaran tanggung jawab tersebut.
4)
Kebanyakan pegawai
menempatkan rasa aman di atas faktor lain yang berhubungan dengan pekerjaan dan
hanya akan memperlihatkan sedikit ambisi.
Kebalikan dari
pandangan yang negatif terhadap manusia, McGregor menempatkan empat asumsi lain
yang disebut Teori Y:
1)
Para pegawai dapat
memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang biasa sebagaimana halnya istirahat dan
bermain.
2)
Manusia dapat
mengendalikan dirinya sendiri jika mereka punya komitmen pada tujuan-tujuan.
3)
Rata-rata orang dapat
belajar untuk menyetujui, bahkan untuk memikul tanggung jawab.
4)
Kreativitas yaitu
kemampuan mencari keputusan yang terbaik secara luas tersebar di populasi
pekerja dan bukan hanya mereka yang . menduduki fungsi manajerial.
b.
Teori Empat Sistem – Rensis Likert
Teori Empat Sistem (bahasa Inggris: Four Systems Theory) adalah
salah satu teori komunikasi yang mengkaji hubungan antar manusia melalui
hasil dari produksinya dilihat dari kacamata manajemen.
Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam
empat sistem:
1) Sistem Pertama: Sistem yang penuh tekanan dan otoriter
dimana segala sesuatu diperintahkan dengan tangan besi dan tidak memerlukan
umpan balik. Atasan tidak memiliki kepercayaan terhadap bawahan dan bawahan
tidak memiliki kewenangan untuk mendiskusikan pekerjaannya dengan atasan.
Akibat dari konsep ini adalah ketakutan, ancaman dan hukuman jika tidak
selesai. Proses komunikasi lebih banyak dari atas kebawah.
2) Sistem Kedua: Sistem yang lebih lunak dan otoriter dimana
manajer lebih sensitif terhadap kebutuhan karyawan. Manajemen berkenan untuk
percaya pada bawahan dalam hubungan atasan dan bawahan, keputusan ada di atas
namun ada kesempatan bagi bawahan untuk turut memberikan masukan atas keputusan
itu.
3) Sistem Ketiga: Sistem konsultatif dimana pimpinan mencari
masukan dari karyawan. Disini karyawan bebas berhubungan dan berdiskusi dengan
atasan dan interaksi antara pimpinan dan karyawan nyata. Keputusan di tangan
atasan, namun karyawan memiliki andil dalam keputusan tersebut.
4) Sistem Keempat: Sistem partisipan dimana pekerja berpartisipasi
aktif dalam membuat keputusan. Disini manajemen percaya sepenuhnya pada bawahan
dan mereka dapat membuat keputusan. Alur informasi keatas, kebawah, dan
menyilang. Komunikasi kebawah pada umumnya diterima, jika tidak dapat
dipastikan dan diperbolehkan ada diskusi antara karyawan dan manajer. Interaksi
dalam sistem terbangun, komunikasi keatas umumnya akurat dan manajer menanggapi
umpan balik dengan tulus. Motivasi kerja dikembangkan dengan partisipasi yang
kuat dalam pengambilan keputusan, penetapan goal setting (tujuan) dan penilaian
.
c. Theory Of
Leadership Pattern Choice – Tannenbaum dan Scmidt
Kedua ahli menggambarkan gagasannya
bahwa ada dua bidang pengaruh yang ekstrem, pertama bidang pengaruh pimpinan kedua bidang pengaruh kebebasan bawahan. Pada
bidang pertama pemimpin menggunakan otoritas dalam gaya kepemimpinannya,
sedangkan pada bidang kedua pemimpin menunjukkan gaya yang demokratis. Kedua
bidang ini dipengaruhi dalam hubungannya kalau pemimpin melakukan aktivitas
pembuatan keputusan.
Ada 7 model gaya pembuatan keputusan
yang dilakukan pemimpin.
1) Pemimpin membuat keputusan kemudian
mengumumkan kepada bawahannya. Dari model ini terlihat bahwa otoritas yang
digunakan atasan terlalu banyak sedangkan daerah kebebasan bawahan terlalu
sempit sekali.
2) Pemimpin menjual keputusan. Dalam hal
ini pemimpin masih terlihat banyak menggunakan otoritas yang ada padanya,
sehingga persis dengan model yang pertama. Bawahan disini belum banyak terlibat
dalam pembuatan keputusan.
3) Pemimpin memberikan
pemikiran-pemikiran atau ide-ide dan mengundang pertanyaan-pertanyaan. Dalam
model ini pemimpin sudah menunjukkan kemajuan, karena membatasi penggunaan
otoritas dan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
Bawahan sudah sedikit terlibat dalam pembuatan keputusan.
4) Pemimpin memberikan keputusan
bersifat bersifat sementara yang kemungkinan dapat diubah. Bawahan sudah mulai
banyak terlibat dalam rangka pembuatan keputusan, sementara otoritas pemimpin
sudah mulai dikurangi penggunaannya,
5) Pemimpin memberikan persoalan,
meminta saran-saran dan membuat keputusan. Disini otoritas pimpinan digunakan
sedikit mungkin, sebaliknya kebebasan bawahan dalam berpartisipasi membuat
keputusan sudah banyak digunakan.
6) Pemimpin merumuskan batas-batasnya,
dan meminta kelompok bawahan untuk membuat keputusan. Partisipasi bawahan dalam
kesempatan ini lebih besar dibandingkan kelima model diatas.
7) Pemimpin mengizinkan bawahan
melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang telah dirumuskan oleh
pimpinan. Model ini terletak pada titik ekstrem penggunaan kebebasan bawahan,
adapun titik ekstrem penggunaan otoritas terdapat pada nomor satu di atas.
II. Motivasi
A. Definisi motivasi
Motivasi adalah
kemampuan untuk berbuat sesuatu yang didasari oleh motif atau kebutuhan yang
berasal dari faktor internal dan eksternal yang menyebabkan timbulnya sikap
antusiasme dan persistensi dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.
B. Teori
Motivasi
Terdapat
beberapa teori motivasi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh dan contohnya
dalam dunia kerja/organisasi, berikut adalah di antaranya:
1. Drive Reinforcement Theory
Teori pengukuhan ini
terdiri dari dua jenis, yaitu :
a. Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu
bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan
secara bersyarat.
b. Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu
bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan
secara bersyarat.
Siegel dan Lane (1982) mengutip Jablonske dan de
Vries, memberi saran bagaimana manajement
dapat meningkatkan motivasi kerja tenaga kerja, yaitu dengan:
a. Menentukan apa jawaban yang diinginkan
b. Mengkomunikasikan dengan jelas
perilaku ini kepada tenaga kerja
c. Mengkomunikasikan dengan jelas
ganjaran apa yang akan diterima tenaga kerja jika jawaban yang benar terjadi
d. Memberi penguatan hanya jika jawaban
yang benar yang dilaksanakan
e. Memberikan penguatan kepada jawaban
yang diinginkan pada saat yang paling memungkinkan, yang terdekat dengan
kejadian.
Terdapat
empat konsep dasar yang perlu dipahami dengan jelas, yaitu:
a. Perangsang (drive), yaitu suatu keadaan yang timbul di dalam diri seseorang.
b. Stimulus, yaitu suatu petunjuk adanya
peristiwa untuk tanggapan.
c. Tanggapan, yaitu suatu hasil
keperilakuan dari stimulus.
d. Penguatan, yaitu suatu setiap obyek
datau kejadian yang membantu meningkatkan atau mempertahankan kekuatan sebuah
tanggapan.
2. Teori Harapan
Teori ini termasuk kedalam teori-teori Kesadaran.
Teori ini menunjukkan pendekatan kognitif terhadap motivasi kerja, yang
menekankan kepada kemampuan individu dalam pemrosesan informasi. Kekuatan
motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah kebutuhan. Pekerja diasumsikan
melakukan penilaian rasional terhadap situasi kerjanya dengan mengumpulkan
informasi untuk diolah, kemudian membuat keputusan yang optimal. Kebutuhan
hanya digunakan untuk membantu dalam memahami bagaimana pekerja membuat pilihan
berdasarkan pada keyakinan persepsi dan nilai-nilai mereka.
Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan,
mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang
tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang
baik (Victor Vroom).
Teori harapan ini didasarkan
atas :
a. Harapan (Expectancy), adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi
karena perilaku.
b. Nilai (Valence) adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai
nilai/martabat tertentu (daya/nilai motivasi) bagi setiap individu yang
bersangkutan.
c. Pertautan (Instrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat
pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.
Berkaitan dengan teori yang dikemukakan oleh Victor H. Vroom, model teori
harapan dari Lawler menyajikan 4 asumsi:
a. Orang mempunyai pilihan-pilihan
antara berbagai hasil-keluaran yang secara potensial yang dapat mereka gunakan.
Hasil keluaran alternatif, juga disebut tujuan-tujuan pribadi (personal goals), dapat disadari atau
tidak oleh yang bersangkutan. Jika disadari, maknanya serupa dengan penetapan
tujuan-tujuan, jika tidak disadari, motivasi lebih bercorak reactive.
b. Orang yang mempunyai harapan tentang
kemungkinan bahwa upaya (effort = E)
akan mengarah ke prilaku unjuk kerja (performance
= P) yang dituju. Ini diungkap sebagi harapan E-P.
c. Orang mempunyai harapan-harapan
tentang kemungkinan bahwa hasil-hasil keluaran (outcomes = O) diperoleh setelah unjuk kerja (P) mereka. Ini
diungkapkan dalam rumusan harapan P-O.
d. Dalam setiap situasi ini,
tindakan-tindakan dan upaya yang berkaitan denan tindakan-tindakan tadi yang
dipilih oleh seseorang untuk dilaksanakan ditentukan oleh harapan-harapan (E-P
dan P-O) dan pilihan-pilihan yang dipunyai orang pada saat itu.
Model harapan dari Lawler menyatakan bahwa besar kecilnya
motivasi seseorang dapat dihitung dengan rumus sbb :
Indeks motivasi = jumlah (E-P) x jumlah (P-O) (V)
Faktor-faktor yang menentukan E-P ialah harga diri atau kepercayaan diri,
pengalaman lampau dalam situasi serupa, situasi sekarang yang actual,
komunikasi dari orang lain. Komponen ke -3 dari model Lawler ialah harkat atau valence (V) yang mencerminkan bagaimana
perasaan anda terhadap hasil keluaran.
3. Teori Tujuan
Teori ini menyatakan bahwa mencapai tujuan adalah
sebuah motivator. Hampir setiap orang menyukai kepuasan kerja karena mencapai
sebuah tujuan spesifik. Saat seseorang menentukan tujuan yang jelas, kinerja
biasanya meningkat sebab:
a. Ia akan berorientasi pada hal-hal
yang diperlukan
b. Ia akan berusaha keras mencapai
tujuan tersebut
c. Tugas tugas sebisa mungkin akan
diselesaikan
d. Semua jalan untuk mencapai tujuan
pasti ditempuh
Teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita
memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Dari teori ini muncul bahwa seseorang
akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan yang jelas.
Sehingga muncullah apa yang disebut dengan Goal
Setting (penetapan tujuan).
Penetapan tujuan juga dapat ditemukan dalam teori motivasi
harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai.
Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.
Proses penetapan tujuan (goal
setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, diwajibkan oleh
organisasi sebagai satu kebijakan perusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa
sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan
ia akan memiliki keterikatan (commitment)
besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan. Bila
seorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif, pada
saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun
waktu tertentu dapat terjadi bahwa keterikatan terhadap usaha mencapai tujuan
tersebut tidak terlalu besar.
4. Teori Hierarkie Kebutuhan
Abraham maslow meneliti bahwa motivasi manusia itu
berasal dari dalam diri seseorang dan sifatnya tidak dapat dipaksakan, teori
ini menekankan bahwa manusia terdorong untuk melakukan usaha, untuk memuaskan
lima kebutuhan yang belum terpuaskan yang melekat pada diri manusia itu sendiri
yaitu terdiri dari, kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan keamanan, kebutuhan
sosial, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri.
Teori hierarki kebutuhan menyatakan bahwa motivasi
seseorang didasarkan pada dua anggapan
yaitu: kebutuhan seseorang tergantung pada apa yang sudah dimilikinya dan
dilihat dari pentingnya, dan kebutuhan yang paling kuat sesuai waktu, keadaan
dan pengalaman yang bersangkutan.
a. Kebutuhan Fisiologikal
Berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan utama, dasar
dan esensial yang harus dipenuhi oleh tiap manusia untuk mempertahankan diri sebagai
makhluk, kebutuhan ini mencakup misalnya: udara, makan. minum, pakaian, tempat
tinggal atau penginapan, istirahat, pemenuhan seksual.
b. Kebutuhan Akan Keamanan
Apabila kebutuhan fisiologikal cukup dipenuhi, maka kebutuhan
pada tingkatan berikut yang lebih tinggi yakni kebutuhan akan keamanan, mulai
mendominasi kebutuhan manusia. Kebutuhan keamanan harus dilihat dalam arti
luas, tidak hanya dalam arti keamanan fisik akan tetapi keamanan fisiologi dan
perlakuan adil dalam pekerjaan atau jabatan seseorang. Karena pemuasan
kebutuhan ini terutama dikaitkan dengan kekayaan seseorang, kebutuhan keamanan
itu berkaitan dengan tugas pekerjaanya.
c. Kebutuhan Sosial
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan manusia untuk
menjadi bagian dari kelompok, mencintai dan
dicintai orang lain dan bersahabat. Manusia pada dasarnya selalu ingin hidup
berkelompok dan tidak seorangpun manusia ingin hidup menyendiri ditempat
terpencil.
d. Kebutuhan akan penghargaan
Kebutuhan ini berkaitan dengan keinginan manusia,
untuk dihormati dan dihargai orang lain sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya dan ingin punya status, pengakuan serta penghargaan prestise timbul karena adanya prestasi,
tetapi tidak selamanya demikian. Prestasi dan status dimanifestasikan oleh
banyak hal yang digunakan sebagai simbol status.
e. Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan untuk tumbuh dan
berkembang sehingga membutuhkan penyaluran kemampuan dan potensi diri dalam
bentuk nyata. Artinya tiap orang ingin tumbuh membangun pribadi dan mencapai
hasil. Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan yang menggunakan kecakapan,
kemampuan, ketrampilan dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang
sangat memuaskan yang sulit dicapai orang lain.
III. Mengendalikan Fungsi
Manajemen
Pengendalian (control) merupakan bagian dari fungsi manajemen.
Fungsi manajemen meliputi: planning, organizing, staffing, leading, and
controlling berperan untuk mendeteksi deviasi atau kelemahan yang perbaikan
terhadapnya menjadi umpan balik dari suatu kegiatan yang dimulai dari tahap
perencanaan hingga tahap pelaksanaan. Hal-hal yang dicakup dalam fungsi controlling
adalah menciptakan standar atau kriteria, membandingkan hasil monitoring dengan
standar, melakukan perbaikan atas deviasi atau penyimpangan, merevisi dan
menyesuaikan metode pengendalian sebagai respon atas hasil pengendalian dan
perubahan kondisi, serta mengkomunikasikan revisi dan penyesuaian tersebut ke
seluruh proses manajemen.
A.
Definisi mengendalikan
(controling)
Pengendalian adalah proses pengaturan, pengukuran, koreksi serta usaha yang
terdiri dari melihat segala sesuatu yang sedang dilakukan sesuai dengan
rencana, perintah dan prinsip yang telah ditetapkan agar pelaksanaan dapat
berjalan sesuai ketetapan guna mencapai tujuan.
B.
Langkah-langkah Dalam
Kontrol
Pengendalian manajemen (Robert J. Mockler), terdiri dari empat langkah,
yaitu:
1.
Menetapkan standar dan
metode mengukur prestasi kerja
Standar yang dimaksud adalah kriteria yang sederhana untuk prestasi kerja, yakni
titik-titik yang terpilih didalam seluruh program perencanaan untuk mengukur
prestasi kerja tersebut guna memberikan tanda kepada manajer tentang
perkembangan yang terjadi dalam perusahaan itu tanpa perlu mengawasi setiap
langkah untuk proses pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan.
2.
Melakukan pengukuran
prestasi kerja
Pengukuran prestasi kerja idealnya dilaksanakan atas dasar pandangan
kedepan, sehingga penyimpangan-pennyimpangan yang mungkin terjadi dari standar
dapat diketahui lebih dahulu.
3.
Menetapkan apakah prestasi
kerja sesuai dengan standar
Yaitu dengan membandingkan hasil pengukuran dengan target atau standar yang
telah ditetapkan. Bila prestasi sesuai dengan standar manajer akan menilai
bahwa segala sesuatunya beada dalam kendali.
4.
Mengambil tindakan
korektif
Proses pengawasan tidak lengkap bila tidak diambil tindakan untuk
membetulkan penyimpangan yang terjadi. Apabila prestasi kerja diukur dalam
standar, maka pembetulan penyimpangan yang terjadi dapat dipercepat, karena
manajer sudah mengetahui dengan tepat, terhadap bagian mana dari pelaksanaan
tugas oleh individu atau kelompok kerja, tindakan koreksi itu harus dikenakan.
C.
Tipe-tipe Kontrol
Dalam Manajemen
Tipe pengendalian manajemen dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok,
yaitu:
1.
Pengendalian preventif
(prefentive control)
Dalam tahap ini pengendalian manajemen terkait dengan perumusan
strategis dan perencanaan strategis yang dijabarkan dalam bentuk
program-program.
2.
Pengendalian
operasional (operational control)
Dalam tahap ini pengendalian manajemen terkait dengan pengawasan
pelaksanaan program yang telah ditetapkan melalui alat berupa anggaran.
Anggaran digunakan untuk menghubungkan perencanaan dengan pengendalian.
3.
Pengendalian kinerja
Pada tahap ini pengendalian manajemen berupa analisis evaluasi kinerja berdasarkan
tolak ukur kinerja yang telah ditetapkan.
D.
Kontrol Proses
Manajemen
Proses pengendalian manajemen yang baik sebenarnya
formal, namun sifat pengendalian informal masih banyak terjadi. Pengendalian
manajemen formal merupakan tahap-tahap yang saling berkaitan satu sama lain,
terdiri dari proses:
1.
Pemrograman (Programming)
Dalam tahap ini perusahaan menentukan program-program yang akan dilaksanakan
dan memperkirakan sumber daya yang akan alokasikan untuk setiap program yang
telah ditentukan.
2.
Penganggaran (Budgeting)
Pada tahap penganggaran ini program direncanakan secara terinci, dinyatakan
dalam satu moneter untuk suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Anggaran
ini berdasarkan pada kumpulan anggaran-anggaran dari pusat pertanggungjawaban.
3.
Operasi dan
Akuntansi (Operating and Accounting)
Pada tahap ini dilaksanakan pencatatan mengenai berbagai sumber daya yang
digunakan dan penerimaan-penerimaan yang dihasilkan. Catatan dan biaya-biaya
tersebut digolongkan sesuai dengan program yang telah ditetapkan dan
pusat-pusat tanggungjawabnya. Penggolongan yang sesuai program dipakai sebagai
dasar untuk pemrograman di masa yang akan datang, sedangkan penggolongan yang
sesuai dengan pusat tanggung jawab digunakan untuk mengukur kinerja para
manajer.
4.
Laporan dan
Analisis (Reporting and Analysis)
Tahap ini paling penting karena menutup suatu siklus dari proses
pengendalian manajemen agar data untuk proses pertanggungjawaban akuntansi
dapat dikumpulkan.
Analisis
laporan manajemen antara lain dapat berupa:
a.
Perlu tidaknya
strategi perusahaan diperiksa kembali.
b.
Perlu tidaknya
dilakukan penghapusan, penambahan, atau pengubahan program di tahun yang akan
datang.
c.
Dari analisis
penyimpangan dapat disimpulkan perlunya diadakan perubahan anggaran, apabila
sudah tidak realistis.
d.
Dari laporan-laporan
dapat diambil kesimpulan perlu adanya perbaikan-perbaikan untuk masalah yang
tidak dapat diantisipasi.
Untuk tulisan lengkap dapat dilihat di:
·
Tulisan 1, Komunikasi
dan Kepemimpinan: http://andayuni.blogspot.com/2013/09/komunikasi-dan-kepemimpinan.html
·
Tulisan 2, Motivasi: http://andayuni.blogspot.com/2013/11/motivasi_8215.html
·
Tulisan 3,
Mengendalikan Fungsi Manajemen: http://andayuni.blogspot.com/2013/11/mengendalikan-fungsi-manajemen.html