Sabtu, 04 Januari 2014

Rangkuman Tulisan 1, 2, dan 3



Rangkuman Tulisan 1, 2, dan 3
I.       Komunikasi dan Kepemimpinan
A.      Komunikasi
1.      Definisi Komunikasi
Komunikasi adalah pesan yang disampaikan kepada komunikan (penerima) dari komunikator (sumber) melalui saluran-saluran tertentu baik secara langsung/tidak langsung dengan maksud memberikan dampak/effect kepada komunikan sesuai dengan yang diingikan komunikator. Yang memenuhi 5 unsur who (siapa/sumber), says what (pesan), in which channel (saluran/media), to whom (untuk siapa/penerima), with what effect (dampak/efek).
2.      Dimensi Komunikasi
Dimensi komunikasi terdiri dari:
a.      Isi: apa yang dibicarakan dalam komunikasi antara satu orang dengan orang yang lain atau bahkan lebih.
b.      Kebisingan: tinggi rendahnya suara yaang terdengar dalam melakukan komunikasi.
c.       Jaringan: sampai sejauh mana seseorang meluaskan jangkauan informasinya dalam melakukkan komunikasi diantaranya ada komunikasi yang bergantung  pada (jaringan satelit).
d.      Arah: komunikasi satu arah yang hanya ada satu orang berbicara menyampaikan infomasi untuk satu orang atau lebih contohnya promosi produk tertentu atau guru dikelas. Komunikasi 2 arah adalah adanya interaksi antara satu orang menyampaikan informasi satu orang atau lebih juga ikut berbicara sehingga terciptanya interaksi tiktok untuk menyampaikan beberapa informasi.

B.       Kepemimpinan
1.      Definisi Kepemimpinan
Kepemimpnan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
Pengertian komunikasi sudah banyak didefinisikan oleh banyak orang, jumlahnya sebanyak orang yang mendifinisikannya. Dari banyak pengertian tersebut jika dianalisis pada prinsipnya dapat disimpulkan bahwa komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik.
2.      Teori
a.      Teori X dan Y – Douglas McGregor
Salah satu kontribusi yang paling banyak  disebut dari para teoritikus Tipe 2 atau Teori Organisasi Klasik adalah tesis Douglas McGregor yang menyatakan bahwa ada dua pandangan tentang manusia: yang pertama dasarnya negatif –Teori X– dan yang lainnya pada dasarnya positif –Teori Y–.
Di bawah Teori X ada empat asumsi yang dianut oleh para manajer kepada pegawai:
1)      Pegawai tidak menyukai pekerjaannya dan sebisa mungkin akan berupaya menghindarinya.
2)      Karena pegawai tidak menyukai pekerjaannya, mereka harus diberi sikap keras, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman agar mau melakukan pekerjaan.
3)      Pegawai akan mengelakkan tanggung jawab dan mencari aturan-aturan organisasi yang membenarkan penghindaran tanggung jawab tersebut.
4)      Kebanyakan pegawai menempatkan rasa aman di atas faktor lain yang berhubungan dengan pekerjaan dan hanya akan memperlihatkan sedikit ambisi.
Kebalikan dari pandangan yang negatif terhadap manusia, McGregor menempatkan empat asumsi lain yang disebut Teori Y:
1)      Para pegawai dapat memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang biasa sebagaimana halnya istirahat dan bermain.
2)      Manusia dapat mengendalikan dirinya sendiri jika mereka punya komitmen pada tujuan-tujuan.
3)      Rata-rata orang dapat belajar untuk menyetujui, bahkan untuk memikul tanggung jawab.
4)      Kreativitas yaitu kemampuan mencari keputusan yang terbaik secara luas tersebar di populasi pekerja dan bukan hanya mereka yang . menduduki fungsi manajerial.
b.      Teori Empat Sistem – Rensis Likert
Teori Empat Sistem (bahasa Inggris: Four Systems Theory) adalah salah satu teori komunikasi yang mengkaji hubungan antar manusia melalui hasil dari produksinya dilihat dari kacamata manajemen.
Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat sistem:
1)      Sistem Pertama: Sistem yang penuh tekanan dan otoriter dimana segala sesuatu diperintahkan dengan tangan besi dan tidak memerlukan umpan balik. Atasan tidak memiliki kepercayaan terhadap bawahan dan bawahan tidak memiliki kewenangan untuk mendiskusikan pekerjaannya dengan atasan. Akibat dari konsep ini adalah ketakutan, ancaman dan hukuman jika tidak selesai. Proses komunikasi lebih banyak dari atas kebawah.
2)      Sistem Kedua: Sistem yang lebih lunak dan otoriter dimana manajer lebih sensitif terhadap kebutuhan karyawan. Manajemen berkenan untuk percaya pada bawahan dalam hubungan atasan dan bawahan, keputusan ada di atas namun ada kesempatan bagi bawahan untuk turut memberikan masukan atas keputusan itu.
3)      Sistem Ketiga: Sistem konsultatif dimana pimpinan mencari masukan dari karyawan. Disini karyawan bebas berhubungan dan berdiskusi dengan atasan dan interaksi antara pimpinan dan karyawan nyata. Keputusan di tangan atasan, namun karyawan memiliki andil dalam keputusan tersebut.
4)      Sistem Keempat: Sistem partisipan dimana pekerja berpartisipasi aktif dalam membuat keputusan. Disini manajemen percaya sepenuhnya pada bawahan dan mereka dapat membuat keputusan. Alur informasi keatas, kebawah, dan menyilang. Komunikasi kebawah pada umumnya diterima, jika tidak dapat dipastikan dan diperbolehkan ada diskusi antara karyawan dan manajer. Interaksi dalam sistem terbangun, komunikasi keatas umumnya akurat dan manajer menanggapi umpan balik dengan tulus. Motivasi kerja dikembangkan dengan partisipasi yang kuat dalam pengambilan keputusan, penetapan goal setting (tujuan) dan penilaian .
c.       Theory Of Leadership Pattern Choice – Tannenbaum dan Scmidt
Kedua ahli menggambarkan gagasannya bahwa ada dua bidang pengaruh yang ekstrem, pertama  bidang pengaruh pimpinan kedua bidang pengaruh kebebasan bawahan. Pada bidang pertama pemimpin menggunakan otoritas dalam gaya kepemimpinannya, sedangkan pada bidang kedua pemimpin menunjukkan gaya yang demokratis. Kedua bidang ini dipengaruhi dalam hubungannya kalau pemimpin melakukan aktivitas pembuatan keputusan.
Ada 7 model gaya pembuatan keputusan yang dilakukan pemimpin.
1)      Pemimpin membuat keputusan kemudian mengumumkan kepada bawahannya. Dari model ini terlihat bahwa otoritas yang digunakan atasan terlalu banyak sedangkan daerah kebebasan bawahan terlalu sempit sekali.
2)      Pemimpin menjual keputusan. Dalam hal ini pemimpin masih terlihat banyak menggunakan otoritas yang ada padanya, sehingga persis dengan model yang pertama. Bawahan disini belum banyak terlibat dalam pembuatan keputusan.
3)      Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide dan mengundang pertanyaan-pertanyaan. Dalam model ini pemimpin sudah menunjukkan kemajuan, karena membatasi penggunaan otoritas dan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Bawahan sudah sedikit terlibat dalam pembuatan keputusan.
4)      Pemimpin memberikan keputusan bersifat bersifat sementara yang kemungkinan dapat diubah. Bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka pembuatan keputusan, sementara otoritas pemimpin sudah mulai dikurangi penggunaannya,
5)      Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran-saran dan membuat keputusan. Disini otoritas pimpinan digunakan sedikit mungkin, sebaliknya kebebasan bawahan dalam berpartisipasi membuat keputusan sudah banyak digunakan.
6)      Pemimpin merumuskan batas-batasnya, dan meminta kelompok bawahan untuk membuat keputusan. Partisipasi bawahan dalam kesempatan ini lebih besar dibandingkan kelima model diatas.
7)      Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang telah dirumuskan oleh pimpinan. Model ini terletak pada titik ekstrem penggunaan kebebasan bawahan, adapun titik ekstrem penggunaan otoritas terdapat pada nomor satu di atas.

II.       Motivasi
A.      Definisi motivasi
Motivasi adalah kemampuan untuk berbuat sesuatu yang didasari oleh motif atau kebutuhan yang berasal dari faktor internal dan eksternal yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.
B.       Teori Motivasi
Terdapat beberapa teori motivasi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh dan contohnya dalam dunia kerja/organisasi, berikut adalah di antaranya:
1.      Drive Reinforcement Theory
Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
a.      Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
b.      Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
Siegel dan Lane (1982) mengutip Jablonske dan de Vries, memberi saran bagaimana manajement dapat meningkatkan motivasi kerja tenaga kerja, yaitu dengan:
a.      Menentukan apa jawaban yang diinginkan
b.      Mengkomunikasikan dengan jelas perilaku ini kepada tenaga kerja
c.       Mengkomunikasikan dengan jelas ganjaran apa yang akan diterima tenaga kerja jika jawaban yang benar terjadi
d.      Memberi penguatan hanya jika jawaban yang benar yang dilaksanakan
e.      Memberikan penguatan kepada jawaban yang diinginkan pada saat yang paling memungkinkan, yang terdekat dengan kejadian.
Terdapat empat konsep dasar yang perlu dipahami dengan jelas, yaitu:
a.      Perangsang (drive), yaitu suatu keadaan yang timbul di dalam diri seseorang.
b.      Stimulus, yaitu suatu petunjuk adanya peristiwa untuk tanggapan.
c.       Tanggapan, yaitu suatu hasil keperilakuan dari stimulus.
d.      Penguatan, yaitu suatu setiap obyek datau kejadian yang membantu meningkatkan atau mempertahankan kekuatan sebuah tanggapan.
2.      Teori Harapan
Teori ini termasuk kedalam teori-teori Kesadaran. Teori ini menunjukkan pendekatan kognitif terhadap motivasi kerja, yang menekankan kepada kemampuan individu dalam pemrosesan informasi. Kekuatan motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah kebutuhan. Pekerja diasumsikan melakukan penilaian rasional terhadap situasi kerjanya dengan mengumpulkan informasi untuk diolah, kemudian membuat keputusan yang optimal. Kebutuhan hanya digunakan untuk membantu dalam memahami bagaimana pekerja membuat pilihan berdasarkan pada keyakinan persepsi dan nilai-nilai mereka.
Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom).
Teori harapan ini didasarkan atas :
a.      Harapan (Expectancy), adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi karena perilaku.
b.      Nilai (Valence) adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai/martabat tertentu (daya/nilai motivasi) bagi setiap individu yang bersangkutan.
c.       Pertautan (Instrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.
Berkaitan dengan teori yang dikemukakan oleh Victor H. Vroom, model teori harapan dari Lawler menyajikan 4 asumsi:
a.      Orang mempunyai pilihan-pilihan antara berbagai hasil-keluaran yang secara potensial yang dapat mereka gunakan. Hasil keluaran alternatif, juga disebut tujuan-tujuan pribadi (personal goals), dapat disadari atau tidak oleh yang bersangkutan. Jika disadari, maknanya serupa dengan penetapan tujuan-tujuan, jika tidak disadari, motivasi lebih bercorak reactive.
b.      Orang yang mempunyai harapan tentang kemungkinan bahwa upaya (effort = E) akan mengarah ke prilaku unjuk kerja (performance = P) yang dituju. Ini diungkap sebagi harapan E-P.
c.       Orang mempunyai harapan-harapan tentang kemungkinan bahwa hasil-hasil keluaran (outcomes = O) diperoleh setelah unjuk kerja (P) mereka. Ini diungkapkan dalam rumusan harapan P-O.
d.      Dalam setiap situasi ini, tindakan-tindakan dan upaya yang berkaitan denan tindakan-tindakan tadi yang dipilih oleh seseorang untuk dilaksanakan ditentukan oleh harapan-harapan (E-P dan P-O) dan pilihan-pilihan yang dipunyai orang pada saat itu.
Model harapan dari Lawler menyatakan bahwa besar kecilnya motivasi seseorang dapat dihitung dengan rumus sbb :
Indeks motivasi = jumlah (E-P) x jumlah (P-O) (V)
Faktor-faktor yang menentukan E-P ialah harga diri atau kepercayaan diri, pengalaman lampau dalam situasi serupa, situasi sekarang yang actual, komunikasi dari orang lain. Komponen ke -3 dari model Lawler ialah harkat atau valence (V) yang mencerminkan bagaimana perasaan anda terhadap hasil keluaran.
3.      Teori Tujuan
Teori ini menyatakan bahwa mencapai tujuan adalah sebuah motivator. Hampir setiap orang menyukai kepuasan kerja karena mencapai sebuah tujuan spesifik. Saat seseorang menentukan tujuan yang jelas, kinerja biasanya meningkat sebab:
a.      Ia akan berorientasi pada hal-hal yang diperlukan
b.      Ia akan berusaha keras mencapai tujuan tersebut
c.       Tugas tugas sebisa mungkin akan diselesaikan
d.      Semua jalan untuk mencapai tujuan pasti ditempuh
Teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Dari teori ini muncul bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan Goal Setting (penetapan tujuan).
Penetapan tujuan juga dapat ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.
Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan perusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan memiliki keterikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan. Bila seorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu dapat terjadi bahwa keterikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.
4.      Teori Hierarkie Kebutuhan
Abraham maslow meneliti bahwa motivasi manusia itu berasal dari dalam diri seseorang dan sifatnya tidak dapat dipaksakan, teori ini menekankan bahwa manusia terdorong untuk melakukan usaha, untuk memuaskan lima kebutuhan yang belum terpuaskan yang melekat pada diri manusia itu sendiri yaitu terdiri dari, kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri.
Teori hierarki kebutuhan menyatakan bahwa motivasi seseorang didasarkan  pada dua anggapan yaitu: kebutuhan seseorang tergantung pada apa yang sudah dimilikinya dan dilihat dari pentingnya, dan kebutuhan yang paling kuat sesuai waktu, keadaan dan pengalaman yang bersangkutan.
a.      Kebutuhan Fisiologikal
Berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan utama, dasar dan esensial yang harus dipenuhi oleh tiap manusia untuk mempertahankan diri sebagai makhluk, kebutuhan ini mencakup misalnya: udara, makan. minum, pakaian, tempat tinggal atau penginapan, istirahat, pemenuhan seksual.
b.      Kebutuhan Akan Keamanan
Apabila kebutuhan fisiologikal cukup dipenuhi, maka kebutuhan pada tingkatan berikut yang lebih tinggi yakni kebutuhan akan keamanan, mulai mendominasi kebutuhan manusia. Kebutuhan keamanan harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya dalam arti keamanan fisik akan tetapi keamanan fisiologi dan perlakuan adil dalam pekerjaan atau jabatan seseorang. Karena pemuasan kebutuhan ini terutama dikaitkan dengan kekayaan seseorang, kebutuhan keamanan itu berkaitan dengan tugas pekerjaanya.
c.       Kebutuhan Sosial
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan manusia untuk menjadi bagian dari  kelompok, mencintai dan dicintai orang lain dan bersahabat. Manusia pada dasarnya selalu ingin hidup berkelompok dan tidak seorangpun manusia ingin hidup menyendiri ditempat terpencil.
d.      Kebutuhan akan penghargaan
Kebutuhan ini berkaitan dengan keinginan manusia, untuk dihormati dan dihargai orang lain sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan ingin punya status, pengakuan serta penghargaan prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian. Prestasi dan status dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai simbol status.
e.      Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang sehingga membutuhkan penyaluran kemampuan dan potensi diri dalam bentuk nyata. Artinya tiap orang ingin tumbuh membangun pribadi dan mencapai hasil. Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan yang menggunakan kecakapan, kemampuan, ketrampilan dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan yang sulit dicapai orang lain.

III.       Mengendalikan Fungsi Manajemen
Pengendalian (control) merupakan bagian dari fungsi manajemen. Fungsi manajemen meliputi: planning, organizing, staffing, leading, and controlling berperan untuk mendeteksi deviasi atau kelemahan yang perbaikan terhadapnya menjadi umpan balik dari suatu kegiatan yang dimulai dari tahap perencanaan hingga tahap pelaksanaan. Hal-hal yang dicakup dalam fungsi controlling adalah menciptakan standar atau kriteria, membandingkan hasil monitoring dengan standar, melakukan perbaikan atas deviasi atau penyimpangan, merevisi dan menyesuaikan metode pengendalian sebagai respon atas hasil pengendalian dan perubahan kondisi, serta mengkomunikasikan revisi dan penyesuaian tersebut ke seluruh proses manajemen.

A.        Definisi mengendalikan (controling)
Pengendalian adalah proses pengaturan, pengukuran, koreksi serta usaha yang terdiri dari melihat segala sesuatu yang sedang dilakukan sesuai dengan rencana, perintah dan prinsip yang telah ditetapkan agar pelaksanaan dapat berjalan sesuai ketetapan guna mencapai tujuan.
B.      Langkah-langkah Dalam Kontrol
Pengendalian manajemen (Robert J. Mockler), terdiri dari empat langkah, yaitu:
1.      Menetapkan standar dan metode mengukur prestasi kerja
Standar yang dimaksud adalah kriteria yang sederhana untuk prestasi kerja, yakni titik-titik yang terpilih didalam seluruh program perencanaan untuk mengukur prestasi kerja tersebut guna memberikan tanda kepada manajer tentang perkembangan yang terjadi dalam perusahaan itu tanpa perlu mengawasi setiap langkah untuk proses pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan.
2.      Melakukan pengukuran prestasi kerja
Pengukuran prestasi kerja idealnya dilaksanakan atas dasar pandangan kedepan, sehingga penyimpangan-pennyimpangan yang mungkin terjadi dari standar dapat diketahui lebih dahulu.
3.      Menetapkan apakah prestasi kerja sesuai dengan standar
Yaitu dengan membandingkan hasil pengukuran dengan target atau standar yang telah ditetapkan. Bila prestasi sesuai dengan standar manajer akan menilai bahwa segala sesuatunya beada dalam kendali.
4.      Mengambil tindakan korektif
Proses pengawasan tidak lengkap bila tidak diambil tindakan untuk membetulkan penyimpangan yang terjadi. Apabila prestasi kerja diukur dalam standar, maka pembetulan penyimpangan yang terjadi dapat dipercepat, karena manajer sudah mengetahui dengan tepat, terhadap bagian mana dari pelaksanaan tugas oleh individu atau kelompok kerja, tindakan koreksi itu harus dikenakan.
C.      Tipe-tipe Kontrol Dalam Manajemen
Tipe pengendalian manajemen dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1.      Pengendalian preventif (prefentive control)
Dalam tahap ini pengendalian manajemen  terkait dengan perumusan strategis dan perencanaan strategis yang dijabarkan dalam bentuk program-program.
2.      Pengendalian operasional (operational control)
Dalam tahap ini pengendalian manajemen terkait dengan pengawasan pelaksanaan program yang telah ditetapkan melalui alat berupa anggaran. Anggaran digunakan untuk menghubungkan perencanaan dengan pengendalian.
3.      Pengendalian kinerja
Pada tahap ini pengendalian manajemen berupa analisis evaluasi kinerja berdasarkan tolak ukur kinerja yang telah ditetapkan.
D.     Kontrol Proses Manajemen
Proses pengendalian manajemen yang baik sebenarnya formal, namun sifat pengendalian informal masih banyak terjadi. Pengendalian manajemen formal merupakan tahap-tahap yang saling berkaitan satu sama lain, terdiri dari proses:
1.      Pemrograman (Programming)
Dalam tahap ini perusahaan menentukan program-program yang akan dilaksanakan dan memperkirakan sumber daya yang akan alokasikan untuk setiap program yang telah ditentukan.
2.      Penganggaran (Budgeting)
Pada tahap penganggaran ini program direncanakan secara terinci, dinyatakan dalam satu moneter untuk suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Anggaran ini berdasarkan pada kumpulan anggaran-anggaran dari pusat pertanggungjawaban.
3.      Operasi dan Akuntansi (Operating and Accounting)
Pada tahap ini dilaksanakan pencatatan mengenai berbagai sumber daya yang digunakan dan penerimaan-penerimaan yang dihasilkan. Catatan dan biaya-biaya tersebut digolongkan sesuai dengan program yang telah ditetapkan dan pusat-pusat tanggungjawabnya. Penggolongan yang sesuai program dipakai sebagai dasar untuk pemrograman di masa yang akan datang, sedangkan penggolongan yang sesuai dengan pusat tanggung jawab digunakan untuk mengukur kinerja para manajer.
4.      Laporan dan Analisis (Reporting and Analysis)
Tahap ini paling penting karena menutup suatu siklus dari proses pengendalian manajemen agar data untuk proses pertanggungjawaban akuntansi dapat dikumpulkan.
Analisis laporan manajemen antara lain dapat berupa:
a.      Perlu tidaknya strategi perusahaan diperiksa kembali.
b.      Perlu tidaknya dilakukan penghapusan, penambahan, atau pengubahan program di tahun yang akan datang.
c.       Dari analisis penyimpangan dapat disimpulkan perlunya diadakan perubahan anggaran, apabila sudah tidak realistis.
d.      Dari laporan-laporan dapat diambil kesimpulan perlu adanya perbaikan-perbaikan untuk masalah yang tidak dapat diantisipasi.

Untuk tulisan lengkap dapat dilihat di:
·         Tulisan 1, Komunikasi dan Kepemimpinan: http://andayuni.blogspot.com/2013/09/komunikasi-dan-kepemimpinan.html
·         Tulisan 2, Motivasi: http://andayuni.blogspot.com/2013/11/motivasi_8215.html
·         Tulisan 3, Mengendalikan Fungsi Manajemen: http://andayuni.blogspot.com/2013/11/mengendalikan-fungsi-manajemen.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar